Puan Minta Beri Bantuan Warga yang Masih Alami Krisis Air Dampak Kemarau Panjang
Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti permasalahan krisis air bersih yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. Krisis air bersih terjadi akibat dampak musim kemarau berkepanjangan yang telah diprediksi oleh BMKG sebelumnya.
Puan meminta Pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dengan mendistribusikan air bersih secara cepat ke lokasi yang masih mengalami dampak musim kemarau.
“Permasalahan krisis air bersih ini adalah isu yang serius dan memerlukan perhatian Pemerintah karena menyangkut kebutuhan hidup dan kesehatan masyarakat. Segera beri bantuan warga yang sampai sekarang masih mengalami krisis air,” ujar Puan, Rabu (11/9/2024).
Salah satu daerah yang mengalami krisis air bersih adalah Kampung Leuwi Urug, Desa Rahong, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Warga setempat bahkan sampai menggunakan air kubangan dari aliran Sungai Cilaku karena sumur-sumurnya mengering.
Warga Kampung Leuwi Urug menggunakan air kubangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum hingga memasak. Akibatnya sudah ada warga yang mengeluhkan sakit gatal-gatal akibat penggunaan air yang kurang bersih itu.
Puan menyebut harus ada langkah cepat mengatasi persoalan krisis air di daerah-daerah yang masih mengalami kekeringan seperti di Kampung Leuwi Urug.
“Pengiriman air bersih ini harus segera dilakukan sebagai solusi jangka pendek agar warga tidak menggunakan air kubangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan mereka,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Pada Bulan Mei lalu, BMKG sudah mengeluarkan prediksi bahwa musim kemarau akan melanda Indonesia lebih panjang hingga jelang akhir tahun meski memasuki pertengahan September ini sejumlah daerah sudah ada yang mulai musim hujan.
Kemarau panjang tersebut terjadi karena posisi gerak semu Matahari yang berada di dekat Khatulistiwa. Berdasarkan data BMKG, kondisi suhu panas di wilayah Indonesia beberapa bulan terakhir cukup bervariasi rata-rata berada di kisaran 25-34 derajat Celsius.
“Kedepannya Pemerintah harus melakukan antisipasi jangka panjang agar dapat menanggulangi kekeringan yang biasa terjadi saat musim kemarau. Mitigasi harus semakin dimaksimalkan,” jelas Puan.
Menurut mantan Menko PMK itu, langkah panjang yang harus dipersiapkan salah satunya dengan membangun sarana penyimpanan air dan sumur untuk permukiman yang kerap mengalami krisis air. Puan menilai, Pemerintah juga perlu membangun infrastruktur yang lebih tahan terhadap kekeringan.
“Misalnya sumur dalam atau penampungan air hujan (rainwater harvesting). Selain itu, penting sekali untuk meningkatkan aktivitas penghijauan dalam rangka pemulihan lingkungan seperti reboisasi di daerah tangkapan air atau perbaikan aliran sungai,” terangnya.
“Reboisasi dan perbaikan aliran sungai juga diperlukan untuk memastikan bahwa sumber air tetap terjaga. Pengelolaan sumber air secara berkelanjutan sangat penting agar wilayah-wilayah rentan tidak kembali mengalami krisis air setiap tahun,” sambung Puan.
Puan pun mendorong Pemerintah untuk aktif melakukan kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat lain, termasuk sektor swasta, LSM, atau organisasi non-pemerintah (NGO) yang bergerak dalam bidang air bersih. Kerja sama ini dilakukan guna mempercepat distribusi dan penyediaan fasilitas air bersih, khususnya di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.
“Langkah-langkah ini harus dilakukan secara simultan untuk mengurangi risiko jangka panjang. Respons cepat dari Pemerintah, khususnya Pemda, sangat diharapkan agar kebutuhan dasar masyarakat, seperti akses air bersih dapat terpenuhi,” paparnya.
Tidak kalah penting, Puan juga meminta Pemerintah untuk melakukan edukasi dan penyuluhan kesehatan bagi warga yang terdampak kemarau panjang. Edukasi secara khusus mengenai bahaya penggunaan air yang terkontaminasi dan pentingnya menjaga sanitasi.
“Edukasi dan penyuluhan ini harus beriringan dengan solusi dan antisipasi yang telah dilakukan Pemerintah,” tegas Puan.
Dalam kasus seperti di Kampung Leuwi Urug, penyediaan bantuan seperti tablet desinfektan air juga diperlukan demi meminimalisir risiko penyakit. Puan menyebut, Pemda bisa berkoordinasi dengan Pemerintah pusat atau lembaga terkait apabila merasa membutuhkan bantuan.
“Dan pastikan libatkan juga instansi kesehatan untuk mengantisipasi dampak penggunaan air tidak sehat terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Selain Jawa Barat, daerah yang masih mengalami kekeringan di antaranya seperti di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Bantul, menyebut beberapa wilayah di daerah perbukitan memiliki potensi dilanda kekeringan sebagai dampak musim kemarau panjang tahun 2024.
Kemarau panjang juga mengakibatkan ratusan hektar tanaman pertanian di Desa Wonorejo, Kecamatan Kencong, Jember, Jawa Timur, terancam mati bahkan gagal panen akibat kekeringan. Hal tersebut dikarenakan hingga hari ini pasokan air masih kurang sehingga membuat kondisi tanah menjadi tandus dan retak-retak.
“Meskipun saat ini sudah memasuki peralihan musim, saya berharap Pemerintah tetap melakukan pendataan dan memonitor mana-mana saja wilayah yang masih terkena dampak kekeringan,” pesan Puan.
“Dan tentunya langsung berikan solusi jangka pendek dengan mengirimkan air bersih maupun kebutuhan lainnya, termasuk untuk sektor pertanian,” pungkasnya.