Pimpinan DPR Harap TKA Bisa Tingkatkan Skor PISA RI dan Bangun Generasi Unggul Bangsa

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyambut baik keputusan Pemerintah yang mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Tes Kompetensi Akademik (TKA) bagi siswa sekolah. Ia juga menilai kebijakan baru tersebut akan mengurangi beban siswa dalam menempuh pendidikan di sekolah karena TKA tak menjadi standar kelulusan.
“TKA dapat menjadi sebuah terobosan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia,” kata Cucun Ahmad Syamsurijal, Senin (10/3/2025).
Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) resmi mengganti UN menjadi TKA. Nantinya, TKA tidak akan menjadi standar kelulusan siswa dari sekolah.
Menurut Cucun, konsep seperti TKA perlu diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia karena lebih tepat dalam mengukur proses dan hasil pembelajaran siswa di sekolah.
“Karena TKA akan menjadi proses evaluasi pembelajaran untuk anak didik agar dapat diketahui tingkat penguasaan materi pembelajarannya selama di sekolah sampai sejauh mana, jadi guru bisa mengukur lebih luas kompetensi anak didik,” tuturnya.
Meski begitu, Cucun meminta agar Pemerintah untuk mendesain betul agar TKA tidak menjadi suatu momok bagi sekolah maupun siswa. TKA akan digunakan sebagai indikator untuk masuk jenjang pendidikan selanjutnya bagi siswa SD ke SMP dan siswa SMP ke SMA yang akan dimulai pada Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2026.
Sementara bagi siswa kelas 12 SMA/SMK, TKA sudah mulai akan diberlakukan pada tahun ini, tepatnya pada November 2025 nanti.
“Dengan penerapan TKA, beban siswa jadi berkurang karena tidak menjadi standar kelulusan. Kita tahu selama ini ada banyak kasus anak didik stres karena khawatir tidak lulus sekolah,” jelas Cucun.
“TKA justru bisa mengembangkan motivasi dan semangat anak, sehingga kesehatan mental siswa juga terjamin, yang pastinya akan berdampak positif pada akademik dan kompetensi anak didik lainnya,” lanjut Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Cucun pun menilai, TKA bisa mengurangi berbagai kecurangan atau penyimpangan yang kerap terjadi dalam sistem pendidikan di Tanah Air. Sebab kelulusan siswa tidak lagi ditentukan lewat ujian akhir, tapi diukur secara keseluruhan selama belajar di sekolah di mana TKA juga akan menjadi modal untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki anak.
“Saya rasa TKA bisa mengatasi kasus-kasus penyimpangan dan kecurangan di sekolah seperti kebocoran soal dan kunci jawaban, maupun kecurangan massal, termasuk perjokian yang kerap ditemukan dalam seleksi masuk ke jenjang perguruan tinggi,” ungkap Cucun.
Sebagai informasi, TKA disebut juga akan menjadi komponen penilaian seleksi jalur prestasi nasional di perguruan tinggi negeri (PTN) bagi siswa kelas 12 SMA/SMK. Nilai TKA ini akan dipakai pada Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) 2026.
Lebih lanjut, Cucun mengapresiasi penghapusan istilah ‘ujian’ karena kata tersebut terkesan menimbulkan traumatik bagi siswa lantaran berkaitan dengan anggapan lulus dan tidak lulus.
“Maka sudah tepat TKA diterapkan bukan sebagai penentu kelulusan karena akan membebani peserta didik,” sebutnya.
Dengan menitikberatkan pada tes kompetensi siswa, TKA dianggap akan lebih memaksimalkan mutu pendidikan. Apalagi saat ini nilai PISA (Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) Indonesia sangat rendah yang terlihat dari indikator literasi membaca, matematika, dan sains siswa.
“TKA harus menjadi satu kesatuan sistem pendidikan nasional agar pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional, yang tercermin pada indikator yang lazim kita gunakan, seperti skor PISA,” ujar Cucun.
Adapun nilai PISA adalah skor yang menunjukkan kemampuan siswa dalam membaca, matematika, dan sains yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di mana studi ini dilakukan untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia setiap tahunnya.
Cucun pun menganggap skor PISA sangat penting karena menjadi indikator yang menggambarkan tingkat keterampilan esensial yang diperlukan seseorang di dunia kerja dan masyarakat. PISA bukan hanya soal penguasaan kurikulum, tetapi juga seberapa baik siswa menerapkan pengetahuan untuk pemecahan masalah sehari-hari.
“Dalam dunia pekerjaan dan kehidupan secara luas, bekal kompetensi dasar ini sangat dibutuhkan. Jadi bukan hanya soal mengetahui rumus-rumus kompleks tapi bagaimana anak-anak bisa menerapkan ilmu yang mereka dapat pada kehidupan sehari-hari,” terangnya.
Cucun juga menyoroti bagaimana pemahaman kompetensi masing-masing siswa sangat dibutuhkan oleh setiap anak. TKA disebut bisa mengukur kompetensi unggul siswa, sehingga anak-anak bisa semakin terarah untuk melanjutkan pendidikan usai menyelesaikan pendidikan menengah di SMA/SMK.
“Baik itu pendidikan konvensional di perguruan tinggi, maupun pendidikan vokasi di berbagai bidang lewat lembaga atau sistem pendidikan lainnya yang bisa mendukung anak-anak mencapai cita-citanya,” ucap Cucun.
Pimpinan DPR koordinator bidang (korbid) kesejahteraan rakyat (kesra) itu pun memberi contoh, misalnya bila anak ingin menjadi content creator. Cucun mengatakan, anak tersebut bisa semakin lebih termotivasi bila mengetahui ia memiliki kompetensi unggul di bidang-bidang yang dibutuhkan dalam dunia digital.
“Tinggal bagaimana anak didik memutuskan akan melanjutkan kuliah di jurusan yang sesuai, atau mengasah lewat jalur-jalur non-formal yang juga punya value sebagai modal untuk mengasah kemampuan mereka, selama aksesnya memungkinkan,” kata Waketum PKB itu.
Di sisi lain, Cucun meminta agar guru tidak perlu khawatir mengenai kebijakan baru soal TKA ini. Dengan kebijakan TKA, guru dinilai akan memiliki keleluasaan lebih luas dalam memberikan penilaian bagi siswa untuk menentukan kelulusan.
“Tapi harus dijalani dengan amanah dan tidak dimanfaatkan untuk menjadi celah mencari keuntungan. Jangan sampai konsep yang baik ini diwarnai dengan adanya kecurangan-kecurangan. Pengawasan harus dilakukan dengan ketat,” pesan Cucun.
Menurut Cucun, TKA harus dijadikan guru sebagai elemen dalam mendorong siswa untuk lebih semangat dalam belajar. Karena nilai tinggi atau rendah tidak menjadi vonis lulus tidaknya dari sekolah, anak perlu distimulasi untuk semakin mengembangkan kompetensi yang dimilikinya lewat pembelajaran di sekolah.
“Tentunya kami berharap agar sistem yang baru ini akan menjadi langkah peningkatan pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul bangsa agar cita-cita Indonesia Emas bisa tercapai,” ungkap Cucun.
Cucun juga berharap TKA dapat meningkatkan kepercayaan diri anak karena kompetensi peserta didik tidak lagi diukur lewat ujian akhir, melainkan pada sistem yang mengkolaborasikan pendidikan akademik, pendidikan karakter, dan lain-lain.
“Harapannya agar anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa bisa menjadi individu yang tak hanya unggul dalam kompetensi akademik, tapi juga menjadi SDM yang berkepribadian baik dan bisa membawa manfaat untuk dirinya sendiri, lingkungannya, dan bagi Indonesia,” tutupnya.