Laporan Ekonomi Harian 25 Maret 2025

24 Februari 2025
Update Global
- PMI manufaktur Amerika Serikat kembali ke zona kontraksi pada 49,8 seiring dengan kenaikan biaya material akibat kebijakan tarif presiden Trump. Sementara itu, prakiraan awal untuk PMI komposit Amerika Serikat meningkat 3 poin menjadi 52,4, didorong oleh kenaikan aktivitas sektor jasa, dengan faktor pendorong dari kenaikan bisnis baru dan cuaca yang baik. Meski demikian, tingginya tarif serta pemotongan belanja oleh pemerintah federal menimbulkan kekhawatiran di kalangan penyedia jasa. Dampak dari tarif berpotensi meningkatkan inflasi akibat pembebanan kenaikan harga oleh pemasok kepada perusahaan Amerika Serikat. (Bloomberg)
Update Geopolitik
- Pemerintahan Trump mengumumkan perintah untuk menerapkan tarif sebesar 25 persen bagi negara yang membeli minyak dan gas dari Venezuela. Kebijakan ini diprakirakan akan mengurangi pendapatan dari rezim pemerintah Nicolas Maduro, serta memberikan tekanan bagi China sebagai salah satu pembeli utama minyak Venezuela. Di saat yang sama, perusahaan minyak berbasis Texas Chevron Corp merupakan salah satu importir minyak Venezuela. Kebijakan tersebut akan diimplementasikan pada 2 April 2025, di tengah berbagai kebijakan bea yang akan menyasar berbagai negara. (Bloomberg)
Update Domestik
- Rupiah Indonesia menurun ke level terendah sejak Krisis Keuangan Asia, seiring dengan kekhawatiran atas trajektori fiskal Indonesia. Rupiah turun sebesar 0,5 persen ke 16.642 terhadap USD, dan turun sebesar 3 persen secara year-to-date, menjadikan Rupiah sebagai mata uang terburuk di antara negara berkembang. Hal ini mendorong Bank Indonesia untuk melakukan intervensi di pasar spot valuta asing, pasar obligasi serta pasar berjangka domestik untuk melakukan stabilisasi rupiah. Direktur untuk manajemen moneter dan sekuritas aset Bank Indonesia Fitra Judisman menyebutkan bahwa pelemahan Rupiah tersebut disebabkan oleh ketidakpastian global, termasuk tarif dari Amerika Serikat dan kebijakan bank sentral Amerika Serikat. Sementara itu, dari sisi pasar, kebijakan populis Prabowo mendorong defisit fiskal mendekati level 3 persen PDB, sehingga memberikan tekanan pada mata uang Rupiah. (Bloomberg)