BRIN Optimalkan Aset Infrastruktur Riset Kebumian dan Maritim
Jakarta – Humas BRIN. Penyelenggaraan teknis pengembangan, penelitian, penerapan, pengkajian, invensi serta inovasi di bidang maritim dan kebumian, merupakan tanggung jawab dan struktur Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (OR KM). Hal ini tertuang dalam peraturan Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN RI) No. 8 Tahun 2022.
Laksana Tri Handoko sebagai Kepala BRIN berkesempatan hadir bertatap muka, dengan Kepala OR KM Ocky Karna Radjasa, dan sejumlah Kepala Pusat Riset di lingkungan OR KM, dalam Rapat Pimpinan Terbatas, di Jakarta, Senin (06/06).
Terdapat 3 cluster lokasi, untuk memaksimalkan aset riset OR KM, yaitu di daerah Gondol Bali, Maros Makassar, dan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon. “Gondol dapat menjadi pusat sebaran ex situ biota laut, dan terumbu karang, yang didukung dengan laut yang bersih. Selain itu, Gondol juga akan menjadi conservation living, dan menjadi wahan edu wisata di Bali,” terang Handoko.
Cara Ex Situ, merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pelestarian sumber daya alam hayati. Dengan kata lain, pelestarian sumber daya alam hayati, dapat dilakukan di luar habitat asalnya.
Pembuatan Ground Station Satellite (GSS), menjadi aset berikutnya di Maros Makassar. Hal tersebut didasari oleh lokasi yang lebih prospektif, yang dekat dengan Bandara, sebab berpeluang menjadi GSS Internasional. “wisatawan dapat menyewanya. Secara operational, GSS wajib didaftarkan ke Kominfo. Sehingga frekuensinya lebih transparan, dan tidak boleh ada BTS yang sama frekuensinya,” Ucap Tutur Handoko.
Berkaitan dengan infrastruktur di Ambon, Handoko menegaskan, tidak ditutup, namun menjadi Pusat Kolaborasi Riset (PKR) dengan Unpatti, yang akan diperlakukan seperti PR di BRIN. PKR bisa mengakses skema visiting professor, dan skema post doctoral, yang ada di BRIN.
“Kita tidak terbebani dalam jangka panjang, karena kampus yang akan menjadi host. Artinya, kampus yang menyediakan infrastruktur, dan tenaga administrasi dibantu oleh BRIN. Kontraknya bisa jangka panjang sampai 7 tahun, dan dapat diperpanjang. Topiknya harus spesifik, tidak boleh ada di PR, dan harus bekerja sama dengan PR di BRIN,” tandasnya.
Lebih lanjut Handoko mengemukakan, bahwa BRIN memiliki peran sebagai otoritas ilmiah atau scientific authority. “Kita tidak boleh menginjak ke ranah management authority, yang dikuasai oleh kementerian teknis, dan memiliki konsekuensi legal. Nantinya justru menjauh dari substansi kita sendiri, sehingga menghamburkan waktu,” katanya.
Kita lupa, ujarnya, seolah-olah sudah bekerja keras untuk negara, namun sebenarnya kita tidak melakukan apa-apa untuk negara, yaitu melakukan riset. Hal itu tidak boleh terjadi, apalagi di OR KM ruang lingkupnya banyak, meliputi geologi, iklim, laut, air, danau, dan lain-lain.
“Apabila kita bicara budidaya, harus fokus ke scientific authority, yaitu pengembangan teknologi budi dayanya, bukan pembenihannya. Contoh lainnya, seperti mengembangkan teknologi untuk mitigasi, dan memprediksi cuaca,” tutup Handoko. (ns)