Belajar dari Sritex, Andhika Satya Percepat Pembahasan RUU Sandang guna Perlindungan Industri Tekstil Dalam Negeri

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Andhika Satya Wasistho, menanggapi serius masalah ditutupnya secara permanen PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang berimbas pada PHK ribuan karyawan sebagai dampak dari penutupan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Dengan kejadian tersebut, Andhika berharap dapat dijadikan pembelajaran bagi pemerintah. Andhika juga mendorong untuk segera dimulainya pembahasan RUU Sandang sebagai upaya perlindungan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia.
“Kejadian PT Sritex sebagai pembelajaran bagi pemerintah dan DPR RI untuk memberikan perlindungan terhadap industri TPT, salah satunya pembentukan RUU Sandang,” ucap Andhika
Menurut Andhika, kejadian yang dialami PT. Sritex menunjukan bahwa industri tekstil serta produk tekstil domestik sedang dalam kondisi yang tidak baik. Ia pun menyayangkan tindakan tim kurator melakukan PHK pekerja Sritex terjadi di bulan Ramadhan.
“Tindakan tim kurator yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada pekerja PT Sritex memprihatinkan dan disayangkan terlebih di suasana bulan Ramadan,” ujarnya
Lebih lanjut, Andhika berupaya mendorong percepatan pembahasan RUU tentang Sandang, serta meminta pemerintah dapat mendukung rencana tersebut guna menjaga industri tekstil dalam negeri.
“Kejadian ini menjadi alarm bagi Komisi VII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Perindustrian untuk lebih sigap melindungi sektor industri tekstil dalam negeri dari ancaman produk tekstil dari luar negeri. Dan dilakukan percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Sandang,” pungkasnya
Seperti yang telah diketahui, pabrik Sritex yang berada di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah telah berhenti beroperasi per 1 Maret 2025 akibat kondisi pailit yang juga berimbas pada anak perusahaan Sritex Group. Dimana total lebih dari 10.000 karyawan Sritex Group terdampak PHK yang terjadi sejak januari dan februari 2025.